Bunga Rampai Aceh

Selamat Datang Di "Bunga Rampai Aceh" Http://ChaerolRiezal.Blogspot.Com

5 Juni 2012

Asal-Usul Cut Nyak Meutia

Pirak yang merupakan salah satu daerah uleebalang yang sekalipun setingkat lebih rendah dari Keureuto. di dalam hal pemerintahan dan kehakiman berdiri sendiri serta tidak tunduk di bawah kekuasaan Keureuto. Daerah ini mempunyai lembaga kehakiman sendiri yang dapat memutuskan perkara-perkara dalam tingkat yang rendah. Kedudukan daerah ini disebut denganistilah ben, seperti Ben Pirak, Ben Seuleumak. dan lain lain. Sebelum perang Belanda di Aceh pecah. daerah Ben Pirak tidak begitu terkenal jika dibandingkan dengan daerah Keureuto.

Setiap orang yang menjadi uleebalang diberikan gelar teuku ben. Daerah-daerah keuleebalangan yang lebih besar (pada waktu pemerintahan Belanda disebut Zelfbestuur) yang mempunyai daerah uleebalangcut di bawahnya, uleebalangnya digelar teuku chiek. Sebelum diduduki Belanda Pirak diperintah oleh seorang uleebalang yang bernama Teuku Ben Daud. Pada masa yang sama pula di daerah Keureuto ada Cut Nyak Asiah, yang mewarisi takhta keuleebalangannya itu dari suaminya. seperti telah dijelaskan di muka.

Pirak di bawah kepemimpinan Teuku Ben Daud berada dalam keadaan yang penuh ketenangan dan kedamaian. Ini disebabkan uleebalang yang memerintah negeri itu adalah seorang uleebalang yang bijaksana serta selalu memperhatikan keadaan rakyatnya. Dia bukan saja uleebalang yang penuh dengan kebijaksanaan dalam menjalankan pemerintahan. Tetapi ia juga seorang ulama. Dalam kedudukannya sebagai seorang uleebalang dan ditambah dengan keahliannya dalam lapangan agama. Teuku Ben Daud disenangi rakyatnya dan dihormati oleh pihak kawan dan lawannya. Teuku Ben Daud memperisterikan seorang gadis rupawan bernama Cut Jah, yaitu anak uleebalang Ben Seuleumak. Orang-orang di Kampung Pirak menamakannya Cut Mulieng, karena ia beradal dari Kampung Muling daerah Seuleh (520). Dari perkawinan inilah Teuku Ben Daud memperoleh keturunan lima orang anak yang terdiri atas empat laki-laki dan satu anak perempuan. Anaknya yang tertua bernama Cut Beurahim lalu disusul oleh Teuku Cut Hasan yang juga bergelar Teuku Muhammad Ali. Untuk lebih jelasnya lihat silsilah Cut Nyak Meutia pada lamphan.

Satu-satunya puteri dari Teuku Ben Daud yang lahir dalam tahun 1870, diberi nama Meutia. Meutia berarti mutiara. Parasnya cantik, sangatlah cocok dengan nama meutia yang diberikan kepadanya. Dia benar-benar merupakan sebuah mutiara di antara semua wanita. Cut Nyak Meutia bukan saja cantik. Ia juga memiliki tubuh yang indah dan menggairahkan. Dalam pakaian upacaranya yang indah dengan menggunakan siluweue (celana) Aceh yang terbuat dari sutera berwarna hitam, dengan baju berkancing perhiasan-perhiasan emas dengan rambutnya yang hitam pekat serta dihiasi ulee ceumara (kepala cemara) yang terbuat dari emas, dengan gelang kaki yang melingkarin pergelangan. wanita itu bagaikan seorang bidadari (45:26:578). Sebagaimana lazimnya bagi setiap anak perempuan di Aceh sebelum menanjak remaja. Cut Nyak Meutia dididik dengan pelajaran-pelajaran agama di tempat-tempat pengajian.

Walaupun telah dewasa dan tinggal bersama keluarganya. Pendidikan tidak ditinggalkan. Kepadanya tetap diberikan pelajaran agama dengan cara mendatangkan ulama ke rumahnya dan bahkan ayahnya sendiri yang ahli dalam masalah agama juga bertindak sebagai guru. Cut Nyak Meutia adalah seorang anak yang patuh serta menurut. Karena pendidikan yang diterimanya sejak kecil sampai dewasa ia merasakan dengan sungguh-sungguh kebesaran agama Islam yang dianutnya. Untuk kepentingan agama manusia di dunia haruslah mengorbankan segala-galanya. Harta benda, pangkat, sampai-sampai kepada nyawa sekalipun tidak ada artinya bagi kehidupan kalau diluar ridha Allah swt. Demikianlah keyakinan yang tertanam di dalam dada Cut Nya Meutia, bahkan pada seluruh rakyat Aceh (36:578). Pada masa Cut Nyak Meutia menanjak dewasa, keadaan politik di Aceh berada pada saat-saat yang krisis. Pusat pemerintahan Kesultanan Aceh telah direbut oleh Belanda dan daerah-daerah di sekitar Aceh Besar telah dikuasai musuh. Keadaan ini memberi pengaruh yang besar bagi kehidupan daerah-daerah yang masih belum dapat dikuasai Belanda, termasuk daerah Pirak.

Pendidikan semakin dipergiat untuk membendung perluasan kekuasaan Belanda kalau sebelumnya pendidikan lebih diarahkan untuk mengajar mata pelajaran-mata pelajaran yang
banyak hubungannya dengan hukum-hukum Islam, kini lebih dititikberatkan pada menanam keyakinan akan kebesaran Islam dan bahaya-bahaya yang sedang mengancam Islam. Belanda masuk ke Aceh bukan saja untuk merebut daerah Aceh, tetapi juga untuk menghancurkan agama Islam. Perkembangan politik dan agama selalu dibicarakan dalam setiap dayah (pesantren besar) yang terdapat di luar Aceh Besar atau daerah-daerah yang masih belum dapat dikuasai Belanda, termasuk Pirak. Salah sebuah dayah yang terkenal di daerah ini adalah Dayah Tgk. Beuringen, yang menyelenggarakan pendidikan bagi kaum laki-laki.

Keadaan politik yang demikian menjadi pembicaraan luas dalam seluruh lapisan masyarakat tidak saja di kalangan kaum laki-laki tetapi termasuk kaum perempuan. Keadaan ini sangat mengesankan Cut Nyak Meutia, terutama karena keluarganya termasuk keluarga uleebalang yang taat kepada agama serta telah menyatakan akan memusuhi Belanda serta menentangnya apabila musuh sampai ke daerahnya. Dalam suasana demikianlah Cut Nyak Meutia dibesarkan dan kesemuanya ini turut mempengaruhi sikap Cut Nyak Meutia setelah ia dewasa. Seperti telah dijelaskan di muka sebelum masuknya Belanda ke daerah Aceh Utara, terutama ke daerah-daerah Keureutoe dan Pirak. daerah ini merupakan daerah yang subur dengan rakyatnya yang makmur, terutama yang mendiami daerah Keureutoe. Keuleebalangan Keureutoe pada waktu ini diperintah oleh Cut Nyak Asiah setelah suaminya Teuku Chi' Muda Ali meninggal dunia. Kemakmuran dan kemashuran yang telah diwariskan suaminya te tap dapat dipertahankan terus. Keharuman namanya semakin menanjak, sewaktu ia dapat membantu Sultan Muhammad Daud memusatkan pertahanan daerah Pasai dalam Tahun 1901.

Dengan bermacam-macam cara ia turut membantu sultan dalam rangka pertahanan daerah Aceh. terutama mengumpulkan perbekalan yang dibutuhkan oleh muslimin dalam melakukan gerakan perang sabil. Pengorbanan yang dilakukan oleh Cut Nyak Aisah tidak sampai di situ saja, bahkan salah seorang putera angkatnya (Teuku Cut Muhammad) turut bergerilya bersama-sama dengan pasukan sultan di daerah Pasai (41:85:-87). Bersama" dengan kepemimpinan Cut Nyak Asiah di Keureutoe daerah Pirak berada di bawah pemerintahan- Teuku Ben Daud. Sewaktu Pemerintah Belanda sampai ke Aceh Utara, Teuku Ben Daud giat membantu Sultan Muhammad Daud dan Panglima Polem, baik dalam bentuk fisik dan material. Dia mengkoordinasi rakyatnya untuk mengumpulkan perbekalan yang diperlukan oleh pasukan sultan serta membentuk laskar rakyat guna membantu sultan secara fisik (65). Bantuan yang diberikan Teuku Ben Daud diperbesar lagi sewaktu pusat pertahanan sultan berada di daerah Pasai sejak Tahun 1901 sampai pertengahan Tahun 1903. saat mana sultan. Panglima Polem dan pengikut-pengikutnya turun dari bergerilya. Teuku Bend Daud tetap aktif bersama-sama rakyat dan secara terus-menerus menentang penjajahan Belanda sejak Belanda menguasai daerah Pasai.
Keureuteo dan daerah-daerah lain di sekitarnya. Semenjak daerah demi daerah di Aceh Utara dikuasai oleh Belanda, para ulama di setiap daerah uleebalang menyusun perlawanan
secara bersama guna menghadapi Belanda. Pucuk pimpinan Kesultanan Aceh tetap berada pada Sultan Muhammad Daud dengan pusat pemerintahan berpindah tempat dari satu daerah pedalaman ke daerah lain yang lebih aman. Perjuangan yang disusun oleh para uleebalang ini menyukarkan bagi Belanda dalam usaha pasifikasinya di Aceh. Tindakan keras yang dilakukan oleh Van Heutz selaku Gubemur Sipil dan Militer untuk Aceh, diimbangi dengan perlawanan yang keras oleh rakyat Aceh Utara di bawah uleebalangnya masingmasing.

Para uleebalang yang telah diangkat oleh sultan dengan mendapat cap sikureung tidak dianggap sah oleh Belanda setelah mereka menduduki daerah itu. Ini disebabkan oleh karena banyak di antara uleebalang tidak mau menerima persyaratan yang diajukan oleh Belanda. Pemerintah Belanda pada umumnya selalu menyodorkan konsep perjanjian pendek yang memuat pengakuan Pemerintah Belanda dan bersedia tunduk di bawah Pemerintah Belanda.Pemerintah Belanda tidak jarang melakukan pemecahan daerah-daerah yang besar menjadi beberapa daerah yang masingmasing diperintah seorang uleebalang yang mereka percaya atau yang telah mau bekerja sama dengan mereka percaya atau yang telah mau bekerja sama dengan mereka. Semua konstruksi politik dan pemerintahan daerah yang mereka anggap membahayakan atau memang dengan terang-terangan membrontak terhadap mereka. selalu dihancurkan (45:115).

Demikianlah keadaan ini berjalan cukup lama dan dalam masa yang begitu panjang terdapat pulalah perubahan-perubahan politik, yaitu adanya uleebalang yang mau bekerja sama dengan menandatangani Korte Verklaring, dan uleebalang yang tetap menentang penjajahan sampai beberapa keturunan lamanya. Daerah yang termasuk ke dalam kategori pertama termasuk Keureutoe di bawah Cut Nyak Asiah yang diteruskan oleh Teuku Syamsarif dengan gelar Teuku Chi' Bentara yang dengan resmi diangkat sebagai uleebalang Chi' Keureutoe oleh Van Heutz dalam Tahun 1899 (45:115. 41:87). Adapun yang tergolong ke dalam kelompok yang kedua antara lain ialah Keuleebalangan Pirak, di mana para uleebalangnya mulai dari Teuku Ben Daud dan anaknya termasuk yang perempuan, yaitu Cut Nyak Meutia, tetap menentang penjajahan Belanda sampai akhir hayatnya masing-masing (53).

Teuku Ben Daud yang dibantu oleh anak-anaknya beserta pengikut-pengikutnya tetap menolak menandatangani Korte Verklaring. Setelah daerah mereka dirampas oleh musuh, mereka memindahkan pusat pemerintahan, yang sekaligus menjadi pusat pertahanan, ke hulu Krueng Jambo Aye. Daerah ini sejak 1905 kemudian dijadikan pula pusat pasukan Cut Nyak Meutia dan Pang Nanggro. Mereka tetap bergerilya, sekalipun Sultan Muhammad Daud dan Panglima Polem telah turun dalam Tahun 1903. Tekad untuk membebaskan kembaĆ¼ tanah air dari musuh. atau mati sahid. semakin lebih membara di dalam dada mereka. Tekad ini tidak dapat digoyahkan oleh siapa pun dan dalam bentuk bagaimana pun. Satu-satunya keturunan dari uleebalang Keureutoe yang mempunyai pendirian serta tekad yang sama dengan uleebalang Pirak adalah saudara Teuku Chi Bentara. yaitu Teuku Cut Muhammad. Selain bergerilya dan memindahkan pusat pertahanan seperti yang telah disebutkan. masih ada lagi taktik dan strategi lain yang mereka atur untuk menghadapi musuh. Beberapa orang di antara anak Teuku Ben Daud yang laki-laki. di antaranya Teuku Muhammad Syah dan Teuku Muhammad Ali. tidak selalu bersama-sama dengan ayahnya yang bebas di gunung-gunung. Mereka tetap di kampung sebagai uleebalang Pirak yang diakui oleh rakyatnya kendatipun pihak Belanda tidak mengakuinya. Dengan bermodalkan kepercayaan rakyat. mereka mengumpulkan perbekalan yang dibutuhkan pihak ayahnya. Teuku Ben Daud menyadari apabila semua anaknya turut bergerilya dengan mudah Belanda bisa mengucilkan mereka dari rakyat. Selain itu akan sulit untuk memperoleh bantuan secara ko'tinu untuk melanjutkan perjuangan (50: 53, 60).

Dengan taktik yang demikian itulah Teuku Ben Daud dan pengikut-pengikutnya dapat bertahan puluhan tahun lamanya. serta menghadapi serangan demi serangan yang dilancarkan oleh Belanda. Kemampuan untuk bertahan lama ini tidaklah tergantung kepada lengkapnya persenjataan, tetapi yang dominan pengaruhnya adalah adanya bantuan moral dari rakyat. Di samping itu juga turut sertanya sebagian besar ulama-ulama terkenal, yang merupakan tokoh-tokoh religius yang berpengaruh, yang dapat membangkitkan semangat setiap saat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar